Tarif Balasan Trump: Klaim AS dan Argumen Keadilannya

Jakarta, IDN Times – Pemerintah Amerika Serikat (AS) mempertahankan pendiriannya mengenai kebijakan tarif impor yang diberlakukan kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia, dengan menyatakan bahwa kebijakan tersebut adalah wujud dari keadilan. Pemerintah AS berpendapat bahwa implementasi tarif resiprokal, yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump, memiliki tujuan utama untuk memprioritaskan kepentingan nasional.

“Selama beberapa dekade terakhir, Amerika Serikat telah menyaksikan perpindahan lapangan kerja, inovasi, kekayaan, dan keamanan ke negara-negara asing yang telah memanfaatkan berbagai praktik yang tidak adil, tidak timbal balik, dan distorsif untuk memperoleh keuntungan di atas produsen dalam negeri kita,” demikian pernyataan resmi dari Gedung Putih yang dirilis pada hari Minggu, (6/3/2025).

1. Defisit Neraca Perdagangan AS Mencapai Angka Fantastis: Rp19 Ribu Triliun

Gedung Putih menekankan bahwa penerapan kebijakan tarif resiprokal merupakan langkah yang tepat, mengingat Amerika Serikat terus mengalami lonjakan defisit neraca perdagangan yang signifikan. Berdasarkan data dari situs resmi, Gedung Putih melaporkan bahwa defisit neraca perdagangan AS mencapai angka 1,2 triliun dolar AS, setara dengan Rp19.864 triliun (dengan kurs Rp16.554 per dolar AS) pada tahun 2024.

Kantor Perwakilan Perdagangan AS (United States Trade Representative/USTR) menyampaikan bahwa pemberlakuan tarif yang konsisten merupakan kebijakan yang adil, terutama mengingat negara tersebut menghadapi defisit neraca perdagangan yang berkelanjutan.

“Jika defisit perdagangan terus berlanjut disebabkan oleh kebijakan serta fundamental tarif dan non-tarif, maka tingkat tarif yang konsisten, yang dirancang untuk mengkompensasi kebijakan dan fundamental ini, adalah bersifat timbal balik dan adil,” demikian pernyataan USTR seperti yang dikutip dari CNBC.

Dampak Tarif Impor Trump: Kekhawatiran Gelombang PHK 50 Ribu Pekerja

Dampak Tarif Impor Trump: Kekhawatiran Gelombang PHK 50 Ribu Pekerja

2. Mekanisme Penetapan Tarif Resiprokal AS untuk 185 Negara

Setidaknya, terdapat 185 negara yang merasakan dampak dari penerapan tarif resiprokal ini. Tingkat tarif impor tertinggi umumnya dikenakan pada produk-produk yang berasal dari negara-negara di kawasan Asia dan Afrika.

Sebagai contoh, tarif sebesar 50 persen dikenakan pada produk-produk yang diimpor AS dari Lesotho, sebuah negara yang terletak di Benua Afrika. Selain itu, Kamboja dikenakan tarif 49 persen, Laos 48 persen, Madagaskar 47 persen, Vietnam 46 persen, Sri Lanka 44 persen, Myanmar 44 persen, Suriah 41 persen, dan Mauritius 40 persen.

China, yang menjadi salah satu target utama dalam perang dagang yang dipicu oleh Trump, menghadapi tarif impor sebesar 34 persen. Sementara itu, Indonesia dikenakan tarif impor sebesar 32 persen.

Pemerintah AS telah mempublikasikan formula yang digunakan untuk menentukan besaran tarif tersebut, yaitu dengan membagi angka defisit perdagangan dengan nilai ekspor negara tersebut ke AS. Kemudian, hasilnya dikonversi menjadi persentase dan dibagi dua, dengan batas minimum sebesar 10 persen.

3. Kebijakan Trump Dianggap Tidak Adil bagi Negara Berkembang

Namun, menurut pandangan Ekonom Senior Natixis, Trinh Nguyen, kebijakan tarif resiprokal ini dianggap tidak adil bagi negara-negara berkembang, termasuk negara-negara di kawasan Asia.

Beberapa negara di Asia memang mengenakan tarif terhadap barang-barang yang diimpor dari AS. Akan tetapi, harga barang-barang tersebut cenderung jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga barang yang diekspor ke AS.

“Mengingat harga barang-barang AS jauh lebih mahal, dan daya beli masyarakat di negara-negara yang menjadi sasaran tarif tertinggi relatif lebih rendah, pilihan tersebut bukanlah pilihan yang optimal,” ungkap Nguyen.

Dia mencontohkan Vietnam, yang mencatatkan surplus perdagangan terbesar keempat dengan AS. Bahkan sebelum Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal, negara tersebut telah menurunkan tarif terhadap barang impor AS.

“Vietnam, misalnya, menonjol karena memiliki surplus perdagangan terbesar keempat dengan AS dan telah melakukan penurunan tarif terhadap barang-barang AS sebelum pengumuman tarif tanpa adanya penangguhan apa pun,” ujar Nguyen.

Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa formula tarif yang digunakan bukanlah representasi dari resiprokal, melainkan sebuah formula yang mencerminkan ketidakseimbangan perdagangan.

“Hal ini menyebabkan negara-negara di Asia, terutama negara-negara Asia yang lebih miskin, mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan AS untuk menurunkan tarif dalam jangka pendek, karena tolok ukurnya adalah membeli lebih banyak barang Amerika daripada yang mereka ekspor ke AS,” pungkas Nguyen.

Rachmat Gobel: Pemerintah Dinilai Terlambat dalam Menyusun Strategi Menghadapi Kebijakan Tarif Trump

Rachmat Gobel: Pemerintah Dinilai Terlambat dalam Menyusun Strategi Menghadapi Kebijakan Tarif Trump

Leave a Comment