75% Tolak AI Gantikan Manusia! Kolaborasi Kunci Sukses Masa Depan

Datuk Agung

July 20, 2025

Ancaman AI menggantikan peran manusia? Kecemasan ini kerap menghantui seiring kian canggihnya teknologi kecerdasan buatan (AI) yang memiliki kapabilitas tak terbatas.

Namun, sebuah survei komprehensif terhadap lebih dari 1.100 konsumen di Asia Tenggara oleh whitepaper terbaru SleekFlow menunjukkan fakta mengejutkan: mayoritas 75% responden dengan tegas menyatakan preferensi mereka. Mereka menginginkan AI yang berfungsi sebagai pendukung, bukan pengganti, bagi kapabilitas manusia.

Menanggapi dilema ini, SleekFlow, pelopor platform percakapan omnichannel berbasis AI, menghadirkan jawaban revolusioner: AgentFlow. Ini bukan sekadar sistem AI biasa. AgentFlow didesain secara unik untuk memahami batasnya, untuk tahu persis kapan harus menyerahkan kendali penuh kembali kepada sentuhan manusia.

“Kesalahan dalam layanan pelanggan bukanlah semata masalah teknologi, melainkan fondasi dari sebuah hubungan. Itulah mengapa AgentFlow diciptakan untuk menjadi asisten yang handal, bukan untuk sepenuhnya menggantikan esensi interaksi manusia,” ujar Asnawi Jufrie, VP & GM SleekFlow Asia Tenggara.

Bahkan di Indonesia, angkanya tetap konsisten di 75%, menegaskan kembali temuan vital dalam whitepaper SleekFlow bertajuk "AI Transformation in SEA: Aligning Consumer Demands with Business Goals".

Memang, AI terbukti efisien untuk tugas-tugas praktis seperti pelacakan pesanan atau pencarian produk yang sederhana. Namun, saat dihadapkan pada skenario yang lebih kompleks dan emosional—mulai dari keluhan pelanggan yang sensitif, pertanyaan rumit, hingga percakapan yang membutuhkan empati—responden secara mutlak memilih sentuhan personal dari interaksi manusia.

Tak heran jika temuan krusial inilah yang melandasi peluncuran AgentFlow. Sistem AI ini dirancang dengan landasan etika kuat, secara cerdas mampu mengidentifikasi momen krusial untuk menghentikan intervensi otomatisnya dan dengan sigap mengalihkan kendali kepada manusia saat dibutuhkan.

Jelas sekali, konsumen modern mengapresiasi efisiensi AI untuk interaksi dasar, namun kebutuhan akan koneksi manusia tetap tak tergantikan dalam situasi yang menuntut kompleksitas dan kepekaan emosional.

Ironisnya, di tengah preferensi konsumen ini, laporan AI Maturity Matrix dari Boston Consulting Group mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan: lebih dari 70% negara, termasuk Indonesia, masih sangat kurang dalam kesiapan struktural untuk menghadapi disrupsi AI. Ini mencakup kesenjangan serius dalam keterampilan, kebijakan, dan investasi jangka panjang yang krusial.

Namun, laporan yang sama juga menghadirkan secercah harapan: penggunaan AI secara kolaboratif terbukti jauh lebih efektif! Konsultan BCG yang mengintegrasikan GenAI dalam proyek-proyek nyata menunjukkan peningkatan kinerja luar biasa, 20% lebih baik pada tugas di luar area keahlian inti mereka.

Semua temuan ini secara kuat menegaskan keyakinan mendalam SleekFlow: AI yang bertanggung jawab adalah AI yang secara cerdas memberi ruang bagi supervisi dan kendali manusia. AgentFlow bukan sekadar produk; ia adalah wujud nyata komitmen ini—memimpin inisiatif etika dalam pengembangan AI, tanpa menunggu regulasi mendikte.

Asnawi Jufrie, VP & GM SleekFlow Asia Tenggara, menutup dengan pernyataan yang penuh makna: "Kepercayaan sejati muncul saat kita memahami batasan kita. Kami sangat percaya, AI yang patut dipercaya adalah AI yang cerdas mengetahui kapan harus berhenti dan justru memberi ruang bagi potensi tak terbatas manusia. AgentFlow adalah manifestasi nyata dari prinsip fundamental ini!"

Leave a Comment