Rupiah Terus Melemah: Dampaknya Bagi Dompet dan Ekonomi Indonesia

Pelemahan kurs rupiah dapat memicu dampak yang berlapis hingga efek domino terhadap perekonomian dalam negeri.

Liputanku, JakartaNilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus menunjukkan tren penurunan. Data Refinitiv menunjukkan bahwa pada tanggal 7 April 2025, rupiah sempat menyentuh titik terendahnya di angka Rp 17.261 per dolar AS. Sehari berikutnya, data dari Wise mencatat nilai kurs sebesar Rp 16.892,50 per dolar AS. Merosotnya nilai mata uang Garuda ini memicu kekhawatiran di berbagai lini perekonomian.

Menurut pandangan Listya Endang Artiani, seorang dosen dan peneliti dari Universitas Islam Indonesia (UII), pelemahan ini bukanlah suatu kejadian yang berdiri sendiri. Melainkan, ini adalah akumulasi dari berbagai tekanan, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri. Dari sisi eksternal, menguatnya dolar dipicu oleh kenaikan suku bunga acuan yang diterapkan oleh The Fed (Federal Reserve). Akibatnya, investor global cenderung mengalihkan investasinya ke aset-aset berdenominasi dolar yang menawarkan potensi keuntungan yang lebih tinggi.

Sementara itu, dari sisi internal, tekanan diperparah oleh defisit neraca perdagangan, penurunan jumlah cadangan devisa, dan ketidakstabilan politik. “Fluktuasi memang tak terhindarkan, namun membiarkannya berkembang menjadi krisis adalah pilihan yang seharusnya dan bisa dicegah,” tegasnya.

Listya menjelaskan bahwa depresiasi rupiah dapat memicu serangkaian dampak lanjutan. Di antaranya adalah kenaikan harga barang, peningkatan beban utang luar negeri, dan kesulitan bagi pelaku usaha dalam menentukan harga. Lebih jauh lagi, kredibilitas kebijakan moneter juga bisa terpengaruh jika tidak ada komunikasi yang efektif dari pihak otoritas fiskal dan moneter. Ia merujuk pada teori Interest Rate Parity, yang menyatakan bahwa perbedaan suku bunga mendorong investor untuk mencari pasar dengan imbal hasil yang lebih menguntungkan.

Lantas, apa sajakah konsekuensi yang timbul akibat melemahnya nilai rupiah?

1. Inflasi dan Kenaikan Beban Utang

Listya mengingatkan akan efek domino yang diakibatkan oleh depresiasi rupiah. Ia menyebutkan bahwa harga-harga barang mengalami kenaikan, beban utang luar negeri menjadi lebih berat, dan pelaku usaha menghadapi kesulitan dalam menetapkan harga. “Situasi ini juga berpotensi memperburuk persepsi masyarakat terhadap kebijakan moneter, terutama jika tidak ada komunikasi yang baik dari Bank Indonesia maupun Kementerian Keuangan,” jelasnya.

2. Tekanan pada Industri Dalam Negeri

Teuku Riefky, seorang peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI, menyampaikan bahwa industri dalam negeri semakin tertekan akibat mahalnya harga bahan baku impor. Sementara itu, ekspor juga mengalami hambatan akibat tarif dan biaya produksi yang meningkat karena ketergantungan pada impor. Produk-produk murah dari Cina juga berpotensi membanjiri pasar domestik. “Hal ini memberikan tekanan pada industri dalam negeri, meskipun konsumen mungkin sedikit diuntungkan,” kata Riefky.

3. Terhambatnya Sektor Teknologi

Heru Sutadi, seorang pengamat telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, berpendapat bahwa proyek-proyek di sektor teknologi rentan mengalami penundaan. “Sebagian besar peralatan berasal dari luar negeri. Jika nilai tukar terus melemah, proyek-proyek bisa terbengkalai karena biaya yang membengkak,” ujarnya. Heru juga menekankan bahwa angka psikologis kurs dolar AS sebesar Rp17.000 perlu diwaspadai. Jika sampai menembus angka Rp 20.000, ia memperingatkan bahwa Indonesia berpotensi menghadapi krisis sosial hingga politik.

4. Impor Mahal, Produk Lokal Jadi Pilihan

Dari sudut pandang konsumen, pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan harga barang-barang impor menjadi lebih mahal. Akibatnya, konsumen mulai beralih ke produk-produk dalam negeri, seperti mengganti konsumsi buah impor dengan buah lokal. Kondisi ini dapat memberikan keuntungan bagi produsen dalam negeri, meskipun dapat mengurangi pendapatan para importir.

5. Kenaikan Suku Bunga dan Perlambatan Kredit

Dalam upaya menahan laju pelemahan rupiah, Bank Indonesia kemungkinan akan menaikkan suku bunga. Akibatnya, permintaan kredit berpotensi menurun dan risiko kredit bermasalah dapat meningkat.

6. Tertekannya SUN dan Obligasi

Investor asing yang merasa khawatir terhadap pelemahan rupiah cenderung akan melepas obligasi dan SUN (Surat Utang Negara) yang mereka miliki. Kondisi ini mendorong Bank Indonesia untuk melakukan intervensi pasar dengan membeli surat utang demi menjaga stabilitas.

7. Keuntungan Bagi Penerima Gaji Dolar

Pelemahan rupiah juga memberikan keuntungan bagi sebagian kecil pihak, yaitu mereka yang menerima gaji dalam mata uang dolar. Mereka akan menikmati nilai tukar yang lebih tinggi. Produk ekspor Indonesia juga menjadi lebih kompetitif di pasar global, meskipun tidak semua eksportir merasakan manfaatnya karena hal ini bergantung pada bahan baku impor.

Rehan Oktra Halim dan Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: