Rahasia Terungkap: Alasan Batu Rosetta Punya Tiga Tulisan Kuno

Batu Rosetta unik bukan hanya karena ia berisi hieroglif. Ia juga memuat dua sistem tulisan lain: skrip demotik dan bahasa Yunani kuno.

Liputanku – Batu Rosetta adalah sebuah artefak bersejarah yang sangat penting dalam dunia arkeologi. Ditemukan pada tahun 1799 oleh tentara Prancis selama ekspedisi Napoleon Bonaparte ke Mesir, batu granit berwarna gelap ini menjadi kunci utama dalam menguraikan makna hieroglif Mesir kuno—sebuah sistem penulisan yang telah membingungkan para ahli selama berabad-abad.

Keunikan Batu Rosetta tidak hanya terletak pada keberadaan hieroglif di permukaannya. Batu ini juga memuat dua sistem penulisan lainnya: aksara demotik dan bahasa Yunani kuno. Lantas, mengapa teks yang sama dituliskan dalam tiga bahasa yang berbeda?

Warisan Politik dan Budaya Dinasti Ptolemaik

Untuk memahami hal ini, kita perlu menelusuri sejarah Mesir pada masa pemerintahan Dinasti Ptolemaik—sebuah dinasti Yunani yang memerintah Mesir setelah penaklukan oleh Alexander Agung pada tahun 332 SM. Setelah Alexander meninggal, salah satu jenderalnya, Ptolemaios I Soter, mengambil alih kekuasaan di Mesir dan mendirikan dinasti baru yang menggabungkan unsur budaya Yunani dan Mesir.

Batu Rosetta sendiri berasal dari masa pemerintahan Ptolemaios V Epiphanes, bukan dari masa Ptolemaios I. Pesan yang terukir pada batu ini ditulis oleh sekelompok pendeta pada tahun 196 SM, saat upacara penobatan resmi Ptolemaios V sebagai penguasa Mesir pada usia 13 tahun. Menurut Britannica, batu ini berisi dekrit kerajaan yang dikeluarkan oleh dewan pendeta di kota Memphis, yang merupakan pusat spiritual kuno Mesir.

Fungsi Sosial Tiga Bahasa

Ketiga jenis tulisan yang terdapat pada Batu Rosetta memiliki makna sosial dan simbolik yang berbeda pada zamannya:

Liputankusir

Hieroglif Mesir digunakan terutama untuk keperluan keagamaan dan upacara-upacara resmi. Menurut Foy Scalf, seorang peneliti dari Oriental Institute, “tata bahasa bagian hieroglif meniru Bahasa Mesir Tengah,” yaitu bentuk klasik bahasa Mesir dari periode Kerajaan Tengah (2044–1650 SM). Meskipun tergolong kuno, bahasa ini tetap digunakan untuk prasasti formal guna memberikan “kewibawaan” pada teks tersebut.

Tulisan Demotik

Tulisan demotik adalah bentuk tulisan sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat Mesir kuno pada masa itu, baik untuk komunikasi lisan maupun dokumen-dokumen administratif. Britannica mencatat bahwa aksara ini digunakan dari abad ke-7 SM hingga abad ke-5 M.

Bahasa Yunani Kuno

Bahasa Yunani Kuno merupakan bahasa resmi pemerintahan dan kaum intelektual selama masa Ptolemaik. Karena masih dipahami oleh para sarjana ketika Batu Rosetta ditemukan, bagian dalam bahasa Yunani inilah yang menjadi jembatan untuk menguraikan makna hieroglif dan demotik, yang sebelumnya tidak dapat dipahami.

Preseden Sejarah dan Pola Kekuasaan

Dekrit yang diukir pada Batu Rosetta bukanlah yang pertama kali menggunakan tiga bahasa. Seperti yang dijelaskan oleh Scalf, “Dekrit trilingual serupa pernah diterbitkan sebelumnya, misalnya oleh Ptolemaios IV Philopator setelah Pertempuran Raphia pada tahun 217 SM, dan oleh Ptolemaios III Euergetes dalam Dekrit Kanopus pada tahun 238 SM.” Dengan demikian, praktik penulisan dalam tiga aksara ini sudah memiliki preseden politik dan administratif.

Hal ini menjadi penting mengingat konteks politik saat Ptolemaios V naik takhta. Ayahnya, Ptolemaios IV, meninggal pada tahun 204 SM ketika putranya masih sangat muda. Situasi ini menciptakan kekosongan kekuasaan yang dimanfaatkan oleh Kekaisaran Seleukid di Asia Barat (yang didirikan oleh Seleukos I pada tahun 312 SM), yang menyerang wilayah barat Laut Tengah dengan tujuan melemahkan kendali Mesir. Pada saat yang sama, terjadi pula pemberontakan di dalam negeri yang dilakukan oleh kelompok pribumi Mesir.

Simbolisme Penobatan di Memphis

Penobatan Ptolemaios V di Memphis, bukan di ibu kota Alexandria, memiliki makna simbolis yang mendalam. Memphis adalah ibu kota kuno Mesir dan pusat keagamaan yang penting. Scalf menekankan bahwa “penobatan di Memphis memiliki nilai simbolis bagi raja dan para pejabatnya,” serta menunjukkan kompromi terhadap keinginan para pendeta untuk bertemu di kota suci mereka, bukan di pusat kekuasaan Yunani.

Dalam hal ini, Batu Rosetta tidak hanya mengabadikan sebuah dekrit, tetapi juga mencerminkan “negosiasi kekuasaan” antara penguasa Yunani dan lembaga keagamaan Mesir. Dekrit tersebut mencatat pencapaian Ptolemaios V, seperti pemberian hadiah kepada kuil, pengurangan pajak, serta penanganan sebagian pemberontakan. Sebagai balasannya, para pendeta berjanji untuk melakukan tindakan simbolik, seperti:

  • Mendirikan patung sang raja
  • Menghias kuilnya dengan lebih megah
  • Menyelenggarakan festival tahunan untuk merayakan ulang tahun dan hari kenaikan takhtanya

Kunci Pemahaman Hieroglif

Ketika para arkeolog menemukan Batu Rosetta, bagian atasnya yang memuat sebagian besar hieroglif telah hilang. Namun, karena ketiga aksara tersebut menyampaikan pesan yang sama, bagian dalam bahasa Yunani membantu para sarjana modern—terutama Jean-François Champollion—untuk menerjemahkan tulisan Mesir kuno, sesuatu yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan.

Menurut American Research Center in Egypt, hieroglif dan demotik adalah dua bentuk aksara dari satu bahasa yang sama, sementara bahasa Yunani adalah bahasa asing resmi. Penemuan Batu Rosetta membuka jalan bagi pemahaman dunia modern terhadap sejarah, agama, dan administrasi Mesir kuno.

Batu Rosetta bukan sekadar batu bertulis. Ia adalah dokumen politik, simbol kekuasaan, alat diplomasi, dan kunci linguistik yang melintasi batas budaya. Ia mencerminkan kompleksitas Mesir pada masa transisi antara peradaban lokal dan kekuasaan asing. Melalui ketiga aksaranya, batu ini menjadi saksi bagaimana penguasa Yunani membangun legitimasi dengan merangkul simbolisme Mesir dan mengamankan dukungan dari kelompok-kelompok strategis seperti para pendeta.

Seperti yang dirangkum oleh Scalf, “Dekrit ini membantu Ptolemaios menampilkan dirinya sebagai raja sah yang berjuang demi rakyat Mesir dan menggambarkan para pendeta sebagai pendukungnya.” Batu Rosetta adalah kisah tentang kekuasaan, bahasa, dan warisan sejarah yang membentang ribuan tahun ke belakang dan membuka pemahaman kita hingga saat ini. Liputanku