OJK-BEI Ungkap Rincian Lengkap Stimulus untuk Dongkrak Pasar Saham

Liputanku - JAKARTA. Tekanan pada pasar saham Tanah Air masih tak terbendung. Buktinya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka langsung anjlok 9,19% ke level 5.912,06 pada Selasa (8/4) pagi. Alhasil, sistem Jakarta Automated Trading System (JATS) dibekukan sementara atau trading halt. Pemberhentian dilakukan selama 30 menit dari 09:00 hingga 09:30 waktu JAST. Tekanan jual masih pun berlanjut hingga tutup perdagangan. Di mana IHSG ditutup...

Liputanku – JAKARTA. Tekanan hebat masih terasa di pasar saham Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pelemahan signifikan, dibuka langsung merosot 9,19% ke posisi 5.912,06 pada hari Selasa (8/4) pagi.

Akibatnya, sistem Jakarta Automated Trading System (JATS) mengalami pembekuan sementara atau trading halt. Penghentian perdagangan ini berlangsung selama 30 menit, mulai pukul 09:00 hingga 09:30 JAST.

Aksi jual terus mendominasi hingga penutupan sesi perdagangan. IHSG akhirnya ditutup dengan penurunan tajam sebesar 7,90%, atau berkurang 514,47 poin, ke level 5.996,14.

Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah berupaya memberikan stimulus untuk menenangkan pasar. Pada tanggal 3 Maret 2025, OJK memutuskan untuk menunda implementasi kebijakan short selling.

Selanjutnya, pada 19 Maret 2025, OJK mengumumkan bahwa emiten diperbolehkan melakukan pembelian kembali saham atau buyback tanpa memerlukan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Bersamaan dengan kebijakan tersebut, OJK juga menyatakan bahwa pasar modal Indonesia sedang berada dalam kondisi fluktuasi yang sangat signifikan. Hal ini ditandai dengan penurunan IHSG yang cukup dalam.

Tekanan pada IHSG sudah berlangsung sejak 19 September 2024, dan hingga penutupan 8 Maret 2025, IHSG telah kehilangan 1.9090,24 poin atau 24,15% dari posisi tertinggi yang pernah dicapai (highest to date).

Relaksasi terbaru dari BEI adalah penyesuaian ketentuan batas auto rejection menjadi asimetris. Batas auto rejection bawah (ARB) ditetapkan maksimal 15% untuk semua fraksi harga.

Sementara itu, batas auto rejection atas (ARA) tetap mengikuti ketentuan yang berlaku sebelumnya. Yaitu, untuk fraksi harga di kisaran Rp 50–Rp 200 sebesar 35%, harga saham Rp 2.000–Rp 5.000 sebesar 25%, dan saham di atas Rp 5.000 batas ARA sebesar 20%.

Ketentuan ini berlaku untuk efek berupa saham pada papan utama, papan pengembangan, dan papan ekonomi baru, serta diterapkan pada Exchange-Traded Fund (EFT) dan Dana Investasi Real Estate (DIRE).

Selain itu, BEI juga merevisi ketentuan terkait penghentian sementara perdagangan efek ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang signifikan.

Jika IHSG mengalami penurunan lebih dari 8% dalam satu hari bursa yang sama, maka BEI akan memberlakukan trading halt selama 30 menit.

Apabila IHSG kembali mengalami penurunan lanjutan hingga melebihi 15%, maka BEI akan melanjutkan trading halt perdagangan selama 30 menit.

Jika IHSG terus mengalami penurunan hingga lebih dari 20%, maka BEI akan memberlakukan trading suspend, yang berlaku hingga akhir sesi atau lebih dari satu sesi perdagangan sesuai dengan arahan OJK.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Iman Rachman, menjelaskan bahwa penyesuaian ini dilakukan untuk menjaga likuiditas pasar dan menciptakan kondisi pasar yang wajar dan efisien.

“Diharapkan dapat memberikan ruang likuiditas yang lebih besar kepada investor dan memberikan waktu untuk pengambilan keputusan investasi,” jelasnya dalam konferensi pers pada Kamis (8/4).

Iman menambahkan bahwa keputusan ini juga merupakan bagian dari upaya BEI untuk meningkatkan kepercayaan diri investor domestik, sambil tetap memberikan ruang yang memadai bagi investor asing untuk bertransaksi.

Masih Berpotensi Tertekan

Direktur Infovesta Utama, Parto Kawito, mengungkapkan bahwa penurunan IHSG disebabkan oleh lamanya masa libur pasar bursa Indonesia, sementara bursa luar negeri telah mengalami koreksi terlebih dahulu.

Ia mengakui bahwa kebijakan Trump telah mengubah dinamika perdagangan dan persaingan global. Bahkan, model bisnis diperkirakan akan bergeser untuk menghindari dampak dari kebijakan Amerika Serikat (AS).

“Relaksasi yang ada belum mampu mengangkat pasar karena investor masih merasa khawatir terhadap sentimen dan fundamental pasar yang diperkirakan akan terus menyebabkan penurunan,” ujar Parto kepada Liputanku.

Meskipun banyak pengamat berpendapat bahwa transaksi dengan AS relatif kecil, hanya sekitar 10%-11%, Parto menilai bahwa kebijakan Trump tetap akan mempengaruhi fundamental ekonomi Indonesia.

“Jangan lupakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah dan tidak terpengaruh oleh fundamental, yang akan menyebabkan dampak signifikan,” tegasnya.

Direktur Asset Purwanto Asset Management, Edwin Sebayang, menambahkan bahwa saat ini pasar sangat dipengaruhi oleh rasa takut, lebih dari sekadar rilis data dan stimulus yang diberikan oleh pemerintah.

“Stimulus yang diberikan oleh otoritas bursa hanya bersifat teknis dan jangka pendek, serta kurangnya koordinasi stimulus yang terpadu untuk membangkitkan pasar,” ucapnya.

Edwin menyebutkan bahwa level support penting bagi IHSG yang perlu diperhatikan berada di area 5.800 hingga 8.850 sebagai support minor. Sementara itu, support mayor berada di level 5.600 jika kondisi pasar semakin memburuk.

Head of Research NH Korindo Sekuritas, Ezaridho Ibnutama, memproyeksikan bahwa selama sepekan setelah libur panjang Idulfitri, IHSG akan mencapai level support kuat di 5.752–5.750.

“Jika support tersebut ditembus, maka IHSG berpotensi menuju support berikutnya di 5.372–5.370,” jelasnya.