Megawati Hangestri Kalah Saing: Gyselle Silva Lebih Unggul di Liga Voli Korea?

Warisan Megawati Hangestri Pertiwi terlalu besar untuk hanya diapresiasi dengan penghargaan opposite terbaik Liga Voli Korea semata.

Liputanku – Megawati Hangestri Pertiwi tampaknya tak terlalu ambil pusing soal tidak terpilihnya ia sebagai opposite terbaik di Liga Voli Korea. Baginya, warisan yang ditinggalkan jauh lebih berharga daripada sekadar sebuah penghargaan.

Daftar Best 7 atau tujuh pemain terbaik dalam tim impian Liga Voli Korea musim 2024-2025 menuai perdebatan.

Pasalnya, nama Megawati tidak tercantum dalam daftar yang diumumkan pada malam penghargaan yang berlangsung di Seoul, Korea Selatan, pada Senin (14/4/2025).

Penghargaan opposite terbaik justru diraih oleh Gyselle Silva, pemain andalan dari tim GS Caltex Seoul KIXX.

Silva memang unggul sebagai opposite dengan torehan poin terbanyak di musim reguler Liga Voli Korea, mencapai 1.008 poin. Sementara itu, Megawati mencatatkan 803 poin, menempatkannya di posisi ketiga.

Pemain asal Kuba tersebut juga unggul dalam hal service ace, sedangkan Megawati memimpin dalam hal rasio keberhasilan serangan.

Penting untuk diingat bahwa Best 7 Liga Voli Korea ditentukan berdasarkan performa pemain selama musim reguler. Pemungutan suara juga diadakan setelah musim reguler berakhir.

Meskipun demikian, perbedaan pendapat dapat dipahami karena unsur subjektivitas yang lebih besar, dengan 60 persen penilaian berasal dari hasil pemungutan suara.

TOLOK UKUR OPPOSITE TERBAIK LIGA VOLI KOREA
Metode Rincian Porsi

Statistik

(40%)

Total Poin 15%
Rasio Serangan Sukses 15%
Service Ace 10%

Voting

(60%)

Media 40%
Ahli 10%
Pelatih dan Kapten Tim Peserta 10%
Sumber: Federasi Bola Voli Korea (KOVO)

Namun, di luar statistik di lapangan, Megawati memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan Silva.

Pertama, pencapaian Megawati bersama Red Sparks (peringkat 3 dan 13 kemenangan beruntun) lebih mengesankan dibandingkan Silva dan GS Caltex (peringkat 6 dan 14 kekalahan beruntun).

Kedua, Megawati menunjukkan konsistensi yang lebih baik dengan meraih dua penghargaan pemain terbaik ronde, sementara Silva hanya meraihnya sekali, itu pun di putaran terakhir saat Red Sparks mulai mengistirahatkan pemain inti.

Seperti yang dilansir Liputanku, pemain yang berasal dari klub Bank Jatim ini memilih untuk tidak mempermasalahkan hal tersebut.

“Ya itu kan rezeki, kita gak tahu rezeki kita yang mana, aku juga enggak tahu, jadi legawa saja,” ujar Mega usai bertemu dengan Bupati Jember, Muhammad Fawait, pada hari Selasa (15/4/2025).

Meskipun tidak terpilih sebagai opposite terbaik atau pemain terbaik, kiprah Megawati di musim keduanya di Korea Selatan tetap membanggakan.

Performa Megawati yang semakin meningkat telah mengubah pandangan publik Korea terhadap kuota khusus pemain Asia, yang sebelumnya diragukan.

Setelah menghapus keraguan di musim pertamanya, penampilan gemilang Megawati di musim kedua memunculkan opini baru bahwa pemain kuota Asia kurang dihargai dalam hal gaji.

“Tidak Adil Pemain Kuota Asia Hanya Menerima Setengah Gaji Pemain Asing dan Setengah Gaji 10 Pemain Lokal Terbaik,” begitulah tajuk berita dari media Korea, Segye, pada tanggal 23 Januari lalu.

Dalam opininya, Segye menulis, “Performa Mega adalah yang terbaik di antara pemain lokal, asing, dan kuota khusus Asia dalam rasio terhadap gaji dan nilai terhadap uang.”

Standar gaji pemain kuota khusus Asia dan pemain asing memang sudah diatur dalam regulasi Liga Voli Korea, sehingga tidak ada ruang untuk negosiasi.

Desakan untuk mengubah aturan perekrutan pemain asing semakin kuat, termasuk untuk level kompetisi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pemain bagi timnas Korea sendiri.

Salah satu gagasan yang muncul adalah penerapan skema Free Agent, atau bebas transfer, seperti yang dinikmati oleh pemain lokal Korea.

Tidak perlu undian untuk bisa memilih, tidak perlu seleksi demi menarik lebih banyak pemain, dan batasannya hanya aturan pembatasan pengeluaran tim untuk gaji seluruh pemainnya.

Warisan berharga lain yang ditinggalkan Megawati adalah kenangan tak terlupakan berkat perjuangan hebatnya untuk mengalahkan kemustahilan bersama Red Sparks.

Tim asuhan Ko Hee-jin benar-benar berhasil berjuang hingga akhir, tidak hanya lolos ke final, tetapi juga memaksa pertandingan berlangsung hingga pertandingan kelima.

Padahal, mereka seolah melawan satu negara, karena melawan Incheon Heungkuk Life Pink Spiders yang diperkuat ikon voli Korea, Kim Yeon-koung, yang ingin meraih gelar juara sebelum pensiun.

Selain itu, badai cedera sejak putaran terakhir musim reguler membuat hampir semua pemain Red Sparks bertanding sambil menahan rasa sakit, tetapi semuanya berhasil mereka lalui.

Red Sparks hanya berjarak 2 poin dari sebuah dongeng, karena laga penentuan berakhir dengan skor 15-13 pada set kelima.

Megawati? Dia menjadi pencetak poin terbanyak di babak final, meskipun lututnya bengkak dan memaksanya untuk tampil hingga akhir, meskipun kondisinya sempat diragukan.

Ko Hee-jin, pelatih Red Sparks, tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih.

Sosok yang terlihat tegas saat mendampingi anak asuhnya ini bahkan menangis saat mengantar pemain andalannya tersebut pulang ke Indonesia.

Megawati sangat diharapkan untuk tetap bertahan di Liga Voli Korea setelah membuktikan kualitasnya sebagai pemain yang bisa diandalkan.

Awalnya lebih disorot karena jilbabnya, Mega menunjukkan bahwa opposite Asia bisa menyaingi opposite Amerika/Eropa/Afrika yang dianggap lebih berbahaya karena lebih bertenaga.

Idola Megawati, Kim Yeon-koung, juga terkenal karena alasan yang sama, dengan gebrakan yang dibuatnya hingga menjadi pemain Asia pertama yang menjadi MVP di Liga Champions Eropa.

Megawati memberikan isyarat bahwa dia tidak akan berhenti di Liga Voli Korea. Dia ingin terus mengembangkan kemampuannya untuk level kompetisi yang lebih tinggi.

“Sebenarnya sedih karena setiap pertemuan pasti ada perpisahan kan terus pelatih Ko Hee-jin juga yang menemukan saya saat (Draft Kuota Asia) 2023 itu,” kata Mega.

“Jadi mungkin di hati kecilnya mungkin sedih juga karena harus berpisah, padahal kita sudah ada chemistry di sana.”

“Tapi ya mau gimana lagi kan, aku juga bilang ke Ko Hee-jin bahwa aku punya kehidupan yang lain. Aku harus melanjutkan hidupku juga, supaya aku enggak stuck (berhenti) di sini aja.”

“Mungkin aku akan coba ke negara-negara lain.”

Saat ini, rencana Megawati adalah mengganti waktu yang hilang bersama keluarganya setelah dua tahun hampir tidak pernah berhenti bertanding, baik di Korea maupun di Indonesia.

Mega juga ingin memulihkan kondisi fisiknya setelah diforsir.

Publik harus bersabar setelah dipuaskan dengan serangkaian penampilan luar biasa dari Mega. Apa pun keputusan yang akan diambil oleh atlet berusia 25 tahun ini, harus dihormati.

Dengan jalan dan optimisme yang telah dibukakannya, harapan yang tepat adalah agar momentum bagus ini tidak berhenti di Megawati.

Bola voli Indonesia membutuhkan Megatron-Megatron berikutnya untuk membawa bendera Merah Putih berkibar lebih tinggi daripada sekadar menjadi jagoan di kawasan ASEAN.