Mengenal Ibrahim Arief: Eks Bukalapak Tersangka Korupsi Chromebook

Buyung Harahap

July 17, 2025

Ibrahim Arief kini menjadi pusat perhatian publik. Mengapa demikian? Ia baru saja ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Sosok yang sebelumnya dikenal berkecimpung di dunia teknologi terkemuka ini kini harus menghadapi proses hukum atas proyek senilai fantastis, yaitu Rp 9,3 triliun.

Bagi mereka yang berkecimpung di ekosistem startup, nama Ibrahim Arief—atau akrab dipanggil Ibam—tentu tidak asing. Beliau pernah menjabat sebagai Vice President (VP) di Bukalapak, salah satu perusahaan e-commerce terbesar dan berstatus unicorn di Indonesia. Selama di Bukalapak, Ibam memainkan peran krusial dalam pengembangan teknologi serta perumusan strategi bisnis, yang menegaskan kemampuannya sebagai seorang insinyur sekaligus pemimpin dalam bidang teknologi.

Namun, setelah menorehkan jejaknya di Bukalapak, Ibrahim mengambil keputusan yang cukup mengejutkan. Ia memilih untuk beralih ke sektor publik, sebuah langkah yang tidak banyak diambil oleh para petinggi teknologi. Di sinilah ia mulai berpartisipasi aktif dalam program-program transformasi digital pendidikan, khususnya di masa kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim.

Awalnya, Ibrahim berkontribusi sebagai konsultan individu. Tugasnya adalah membantu merancang infrastruktur untuk manajemen sumber daya sekolah. Kemudian, kepercayaannya meningkat, dan ia didapuk menjadi Chief Technology Officer (CTO) di GovTech Edu, sebuah posisi yang ia emban dari tahun 2020 hingga 2024.

Di GovTech Edu, peran Ibrahim sangat vital dalam upaya digitalisasi pendidikan nasional. Salah satu aspek utamanya adalah pengadaan perangkat teknologi, termasuk laptop dengan sistem operasi Chrome OS, yang dikenal sebagai Chromebook. Sayangnya, proyek pengadaan laptop dengan nilai yang sangat besar, yaitu Rp 9,3 triliun ini, kini menghadapi sorotan karena dinilai bermasalah.

Menurut informasi dari Kejagung, Ibrahim bersama tiga tersangka lainnya diduga telah melakukan manipulasi dalam proses pengambilan keputusan teknis. Manipulasi ini ditengarai mengarah pada pemilihan Chromebook, meskipun hasil uji coba yang dilakukan pada tahun 2019 sebenarnya sudah menunjukkan bahwa perangkat tersebut kurang sesuai untuk wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang seringkali memiliki keterbatasan akses internet.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar, menjelaskan lebih lanjut di Kejagung, seperti yang dikutip dari detiknews. Beliau menyatakan bahwa: "(Para tersangka) menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarahkan ke produk tertentu, yaitu Chrome OS untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi dengan menggunakan Chrome OS pada tahun anggaran 2020-2022 sehingga merugikan keuangan negara serta tujuan pengadaan TIK untuk siswa sekolah tidak tercapai karena Chrome OS banyak kelemahan untuk daerah 3T."

Sebagai akibat dari dugaan perbuatan ini, negara diperkirakan mengalami kerugian yang sangat besar, mencapai angka Rp 1,98 triliun.

Dijemput Paksa karena Mangkir

Menanggapi kasus ini, kuasa hukum Ibrahim, Bapak Indra Haposan Sihombing, memberikan klarifikasi. Beliau menjelaskan bahwa kliennya bukanlah Staf Khusus Menteri, melainkan seorang konsultan independen yang memang dikontrak oleh salah satu direktorat di lingkungan Kemendikbudristek. "Beliau bukan pejabat struktural, bukan ASN, dan bukan staf khusus menteri," tegas Indra Haposan Sihombing.

Tolak Meta, Pilih Edukasi

Ada satu fakta menarik yang sempat membuat Ibrahim menjadi sorotan positif sebelum kasus ini mencuat. Ia diketahui pernah menolak tawaran pekerjaan dari salah satu raksasa teknologi global, yaitu Meta (yang dulunya Facebook). Alasannya? Demi tetap bisa berkontribusi dalam proyek-proyek digitalisasi pendidikan di Indonesia. Keputusan ini pada saat itu banyak dipandang sebagai sebuah langkah idealis yang sangat patut untuk dihargai.

Seperti yang ia sampaikan, dikutip dari CNBC Indonesia: "Rencana awal saya adalah berangkat ke Eropa dan membangun karir saya di Facebook London. Namun setelah melalui pertimbangan yang matang dan proses pengambilan keputusan yang alot, saya memilih untuk tetap tinggal di Indonesia bekerja sama dengan GovTech Edu."

Ibrahim melanjutkan penjelasannya tentang mengapa ia memilih jalur ini: "Saya memahami kesempatan dipekerjakan oleh Facebook – peluangnya mungkin satu dari seribu. Tapi, seperti yang kita tahu, pemerintah kita jarang menggunakan pendekatan teknologi yang berpusat pada pengguna dalam program mereka – kemungkinannya mungkin satu dari sejuta, menurut saya. GovTech Edu adalah kesempatan yang bagus dan langka. Saatnya kita memberi tahu dunia apa yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia dengan teknologi."

Setelah menuntaskan masa pengabdiannya di kementerian, Ibrahim tidak berhenti berinovasi. Ia kemudian mendirikan sebuah perusahaan teknologi baru bernama Asah AI, yang secara khusus berfokus pada pengembangan kecerdasan buatan (AI) untuk sektor pendidikan.

Namun, dengan terungkapnya kasus ini, reputasi Ibrahim Arief yang selama ini dikenal sebagai salah satu talenta teknologi terbaik di Indonesia kini tercoreng. Banyak pihak merasa prihatin dan menyayangkan bagaimana jejak kariernya yang cemerlang harus terhenti, bahkan berujung pada pusaran kasus korupsi.

Penting untuk diketahui bahwa beberapa lembaga, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan KOPEL, sebenarnya sudah mengkritisi proyek ini sejak awal. Mereka menilai bahwa proyek tersebut bukanlah prioritas utama dan memiliki potensi besar untuk terjadinya korupsi. Oleh karena itu, mereka mendesak para penegak hukum agar menuntaskan kasus ini hingga tuntas, bahkan menyelidiki siapa saja yang terlibat dalam penunjukan para konsultan proyek ini.

Sebagai bagian dari upaya penegakan hukum, Kejagung sendiri telah mengambil langkah-langkah serius. Mereka telah mengungkapkan bahwa lebih dari 80 saksi dan tiga ahli telah diperiksa. Selain itu, sejumlah dokumen penting juga telah disita. Semua ini dilakukan untuk semakin memperkuat bukti-bukti yang diperlukan dalam proses penyidikan kasus ini.

Leave a Comment