Dolar Melemah: Peluang Investasi di Mata Uang Komoditas?

Liputanku – JAKARTA. Bayangan resesi Amerika Serikat (AS) semakin mencuat, seiring dengan meningkatnya tensi perang dagang AS - China. Alhasil, sejumlah mata uang komoditas menutup pekan lalu dengan mengungguli mata uang negara adidaya tersebut. Mengutip Bloomberg, pada akhir perdagangan Jumat (11/4) pasangan mata uang AUD/USD bergerak di posisi 0.6289 atau menguat 4,12% dalam sepekan dan 1,04% dari sesi sebelumnya. Disusul oleh NZD/USD...

Liputanku – JAKARTA. Meningkatnya kekhawatiran akan resesi di Amerika Serikat (AS), diperparah oleh ketegangan perdagangan antara AS dan China, telah menyebabkan pergerakan signifikan di pasar mata uang. Beberapa mata uang komoditas berhasil mengungguli dolar AS pada penutupan minggu lalu.

Berdasarkan data dari Bloomberg, pasangan mata uang AUD/USD tercatat pada posisi 0.6289 pada akhir perdagangan Jumat (11/4), menunjukkan penguatan sebesar 4,12% selama seminggu dan 1,04% dari sesi perdagangan sebelumnya. NZD/USD mengikuti dengan penguatan mingguan sebesar 4,09% dan 1,50% dari sesi sebelumnya, mencapai posisi 0.5825.

Sementara itu, pasangan mata uang CAD/USD berada pada posisi 0. 7.207, mengalami penguatan sebesar 2,47% dalam seminggu dan 0,77% dalam sehari.

Analis dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa penguatan ini terkait erat dengan melemahnya dolar AS akibat kekhawatiran resesi. Hal ini mendorong investor untuk menjauhi aset dan mata uang AS sebagai aset safe haven.

Indeks dolar AS sempat menguat ke posisi 103,25 di awal minggu, namun kemudian mengalami koreksi tajam sebesar 2,83% hingga mencapai posisi 100,10 pada penutupan minggu. Ini adalah persentase terendah dalam 6 bulan terakhir.

Namun demikian, secara umum, ketiga mata uang komoditas ini tetap rentan terhadap koreksi di tengah ketidakpastian ekonomi global dan meningkatnya ketegangan perang tarif antara China dan AS.

“Saya melihat bahwa CAD dan AUD masih sangat volatil dan rentan terhadap tekanan dalam jangka pendek,” kata Lukman kepada Kontan.co.id pada Jumat (11/4).

Kedua mata uang asing ini cenderung terkait dengan energi dan logam, yang sangat sensitif terhadap kondisi ekonomi global. Sementara itu, NZD didominasi oleh soft commodity seperti produk pertanian. Oleh karena itu, NZD diperkirakan akan lebih stabil dan aman dibandingkan CAD dan AUD, meskipun tetap akan mengikuti tren yang sama.

“Jika harus memilih antara CAD atau AUD, saya akan memilih AUD, karena secara mata uang, mata uang ini memiliki pengaruh yang lebih besar dalam hal pilihan reserve currency,” jelas Lukman.

Pandangan berbeda disampaikan oleh Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata. Dalam keterangannya, ia justru lebih optimis terhadap dolar Australia (AUD). Menurutnya, mata uang ini menarik untuk dikoleksi dalam jangka menengah hingga akhir tahun 2025.

Menurut Josua, AUD berpotensi mendapatkan dukungan dari rebound harga komoditas logam dan batu bara seiring dengan pulihnya permintaan dari China. Selain itu, kebijakan fiskal dan moneter Australia relatif lebih akomodatif terhadap pertumbuhan.

“Secara valuasi pun, AUD adalah yang paling undervalued dibandingkan dengan dua mata uang lainnya,” jelas Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (11/4).

NZD juga menjanjikan, terutama dengan fokus pada sektor pertanian dan jasa ekspor. Namun, sensitivitas terhadap kondisi global dan likuiditas pasar yang lebih rendah membuatnya lebih volatile. Sementara itu, prospek CAD tetap positif, namun terbatas oleh harga minyak yang masih fluktuatif dan ketidakpastian arah kebijakan Federal Reserve (Fed) dan Bank of Canada (BoC).

“Tetapi perlu digarisbawahi, meskipun saat ini AUD menjadi pilihan yang menarik untuk dilirik, investor tetap disarankan untuk menjaga strategi diversifikasi dan memperhatikan volatilitas jangka pendek,” imbuh Josua.

Selain sentimen global yang menjadi katalis positif, dari sisi domestik, ketiga negara ini menunjukkan fundamental yang relatif stabil, seperti suku bunga yang tetap kompetitif, tekanan inflasi yang terkendali, dan neraca berjalan yang tidak terlalu defisit.

“Ke depannya, prospek ketiga mata uang asing ini sangat dipengaruhi oleh sentimen global terhadap pertumbuhan dan perdagangan. Apalagi, penundaan penerapan tarif Trump selama 90 hari membuka ruang stabilisasi sentimen risiko. Ini akan memungkinkan kapitalisasi terhadap potensi rebound ekspor dan investasi di negara-negara tersebut,” jelas Josua.

Dalam analisisnya, Josua memproyeksikan bahwa dalam jangka menengah hingga akhir tahun 2025, pairing AUD/USD diperkirakan dapat bergerak menuju kisaran 0.64. Sementara pairing NZD/USD menuju 0.58, dan CAD diperkirakan menguat secara terbatas di kisaran 1.42 per USD.

Terakhir, Lukman juga memberikan proyeksinya untuk jangka menengah hingga akhir tahun 2025. Pairing AUD/USD diperkirakan bergerak di kisaran 0.6000. Kemudian, pairing NZD/USD di kisaran 0.5600, dan CAD/USD bergerak di kisaran 1.38 – 1.40.