Bezos dan Kapal Pesiar: Komitmen Lingkungan yang Palsu?

Euis Saepudin

July 20, 2025

Kabar tentang Jeff Bezos, sang pendiri Amazon, kini tengah menjadi sorotan hangat. Bukan karena inovasi bisnisnya, melainkan kritik tajam yang menghampirinya terkait jejak karbon yang begitu besar dari kapal pesiar mewah miliknya. Ya, superyacht senilai USD500 juta itu, konon, turut andil besar dalam merusak lingkungan kita.

Sungguh ironis, perilaku ini seolah berbanding terbalik dengan citra ‘pahlawan lingkungan’ yang selama ini ia coba bangun. Publik mengenal Bezos melalui berbagai inisiatif lingkungannya, termasuk Bezos Earth Fund yang menjanjikan suntikan dana USD10 miliar demi mengatasi krisis perubahan iklim global. Sebuah komitmen yang patut diacungi jempol, bukan?

Namun, realitanya berkata lain. Di satu sisi ia menyuarakan kepedulian, namun di sisi lain, ia juga tak luput dari sorotan tajam terkait dampak lingkungan dari operasional raksasa Amazon, serta gaya hidupnya yang begitu mewah. Dan, kapal pesiar inilah salah satu buktinya.

Kapal yang menjadi pusat perdebatan ini, menurut laporan dari Business Insider, bernama Koru dan saat ini berlabuh tenang di Fort Lauderdale. Dengan panjang ‘hanya’ sekitar 127 meter – bayangkan saja, itu dua kali lipat pesawat raksasa Airbus A380 – mungkin bagi sebagian orang, kapal ini belum terlalu ‘wah’ atau mewah untuk seorang Bezos. Tetapi, jangan salah, di balik ukurannya, tingkat polusi yang dihasilkannya justru sangat mencengangkan.

Superyacht ini, sungguh, tak kalah dengan hotel bintang lima di lautan. Segala fasilitas mewah bisa kita temukan di dalamnya: mulai dari kolam renang yang menyegarkan, pusat kebugaran untuk menjaga stamina, hingga helikopter pribadi yang siap mengantar ke mana saja, bahkan kapal selam pribadi! Terus terang, saya bertanya-tanya, kapan semua fasilitas ini sempat digunakan? Entahlah. Yang pasti, di balik kemewahan itu, jejak ekologis yang ditinggalkannya sungguh mengerikan, mencapai lebih dari 7.000 ton CO₂ setiap tahunnya.

Richard Wilk, seorang antropolog ternama, turut menyuarakan keprihatinannya. Ia menggambarkan kapal pesiar ini seperti sebuah hotel mewah yang tak henti-hentinya mengapung di atas permukaan air.

Dan bayangkan saja, bahkan saat kapal-kapal raksasa ini berlabuh sekalipun, mereka tetap membutuhkan awak kapal yang tak sedikit, perawatan berkelanjutan yang tiada henti, serta pasokan energi yang konstan. Ini semua karena ukurannya yang memang luar biasa besar. Sebagai informasi tambahan, Koru sendiri memiliki tiga dek yang luas, ditenagai oleh mesin diesel MTU, dan menelan biaya perawatan tahunan yang sungguh fantastis: mencapai USD25 juta.

“Emisi superyacht jauh melampaui moda transportasi pribadi lainnya. Kapal-kapal semacam ini semestinya berada di bawah pengawasan lingkungan yang jauh lebih ketat, apalagi di tengah krisis iklim yang kini sedang kita hadapi bersama,” tegas Wilk dengan lugas.

Tentu saja, poin kritiknya tidak berhenti pada isu karbon dioksida semata. Superyacht, termasuk yang dimiliki Bezos, juga turut menyumbang pada polusi suara yang mengganggu ekosistem, polusi cahaya yang merusak ritme alami, serta limbah air yang mencemari. Bayangkan, semua dampak ini terjadi di lautan dan samudra luas yang, ironisnya, sudah sangat terancam oleh berbagai aktivitas manusia.

Yang lebih memprihatinkan lagi adalah ketika kita melihat seorang tokoh publik sekelas Jeff Bezos justru memilih untuk menampilkan gaya hidup semacam itu. Gaya hidup yang terasa begitu jauh dari semangat keberlanjutan yang gencar digaungkan. Ini menciptakan sebuah kontradiksi yang sungguh tidak nyaman, terutama di tengah era di mana kesadaran lingkungan seharusnya menjadi prioritas utama.

Tak hanya soal perubahan iklim, perilaku seperti ini seolah juga menunjukkan kurangnya empati terhadap jutaan masyarakat yang kini harus menanggung dampak buruknya. Kita bicara tentang kebakaran hutan yang meluluhlantakkan, banjir yang tak henti merendam seperti yang sering kita alami belakangan ini, gelombang panas dahsyat yang menyengat, hingga kekeringan panjang yang membuat tanah retak.

Wilk pun melayangkan sindiran pedasnya, “Ketika planet kita gencar menuntut tindakan segera, keputusan yang diambil para elit justru semakin parah — bahkan terasa semakin tidak bijaksana. Superyacht kini bukan lagi sekadar lambang kemewahan, melainkan sebuah simbol nyata dari keterputusan total kita dari krisis iklim yang mendesak.”

Ia lantas menambahkan, kini semakin banyak suara yang menyerukan agar ada regulasi yang jauh lebih ketat, bahkan usulan pajak khusus untuk jenis kapal semacam ini. “Kapal-kapal seperti ini,” tutupnya, “secara tidak proporsional menghabiskan sumber daya demi keuntungan segelintir orang saja.”

Leave a Comment