Seiring perkembangan zaman, kecenderungan traveling terus mengalami metamorfosis. Di tahun 2025 ini, misalnya, terlihat bahwa para pelancong cenderung memilih untuk berlibur dengan durasi yang lebih panjang.
Menurut laporan dari Skift Research seperti yang dilansir Liputanku, diprediksi akan terjadi peningkatan sebesar 24 persen dalam jumlah perjalanan yang dilakukan masyarakat dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, yang menarik perhatian bukan hanya peningkatan frekuensi perjalanan. Durasi liburan pun mengalami perpanjangan—semakin banyak individu yang cenderung memilih liburan yang lebih lama dan mendalam, daripada sekadar kunjungan singkat ke destinasi populer yang dipenuhi turis.
Salah satu faktor utama yang memicu peningkatan durasi liburan adalah keinginan kuat para pelancong untuk benar-benar mendalami dan memahami budaya setempat. Jika sebelumnya wisatawan cenderung berlomba untuk mengunjungi sebanyak mungkin tempat dalam waktu singkat, sekarang mereka lebih tertarik untuk tinggal lebih lama di suatu negara dan menjelajahi setiap sudutnya secara komprehensif.
Selain itu, saat ini para pelancong juga lebih memilih lokasi yang lebih tenang dan terpencil, dibandingkan dengan destinasi yang ramai dan terkenal. Kepadatan yang semakin meningkat di destinasi populer juga mendorong banyak orang untuk mencari alternatif lokasi yang lebih damai dan tersembunyi.
Di samping itu, industri wellness, yang berfokus pada kesehatan mental dan fisik, juga memberikan pengaruh signifikan terhadap kebiasaan berwisata. Aktivitas seperti meditasi, yoga, dan retret spiritual semakin diminati, menggantikan pesta atau petualangan ekstrem. Hal ini sejalan dengan meningkatnya tren mindfulness, gaya hidup tanpa alkohol, dan fenomena JOMO (Joy of Missing Out), yaitu kebahagiaan karena tidak terpengaruh oleh tren yang sedang berlangsung.
Liburan Panjang sebagai Bentuk Pemulihan Diri
Lebih dari sekadar rekreasi, liburan panjang kini dipandang sebagai sarana untuk memulihkan kesehatan mental dan fisik. Dalam lingkungan kerja yang semakin dinamis dan penuh tekanan, banyak orang merasa perlu mengambil waktu untuk beristirahat sejenak, melepaskan diri dari rutinitas, dan kembali dengan energi yang diperbarui.
Pergeseran ini menandakan perubahan paradigma, di mana liburan tidak lagi hanya dianggap sebagai “break,” melainkan sebagai bagian integral dari gaya hidup sehat dan seimbang. Di tahun 2025 ini, semakin banyak orang yang tampaknya berani menjadikan waktu liburan sebagai prioritas utama, bukan sekadar pelengkap.