Jakarta, Liputanku – Pemerintahan Donald Trump mengumumkan sebuah langkah signifikan yang akan mengubah klasifikasi ribuan pegawai federal di Amerika Serikat (AS) pada Jumat (18/4/2025). Kebijakan ini, yang dikenal sebagai Schedule F, memberikan peluang untuk mempermudah pemecatan pegawai yang dianggap tidak selaras dengan agenda pemerintahan.
Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya Trump untuk merampingkan birokrasi federal dan memperkuat kendali atas aparatur sipil negara, namun mendapatkan kritikan tajam karena dianggap sebagai ancaman terhadap independensi pegawai pemerintah.
1. Penerapan Kembali Kebijakan Schedule F
Kantor Manajemen Personalia (OPM) mengumumkan aturan baru pada Kamis (17/4) yang menghidupkan kembali Schedule F. Kebijakan ini pertama kali diperkenalkan oleh Trump pada akhir masa jabatan pertamanya di tahun 2020, tetapi kemudian dibatalkan oleh Presiden Joe Biden pada tahun 2021. Aturan baru ini mengubah status puluhan ribu pegawai federal dari pegawai karier dengan perlindungan kerja menjadi pegawai at-will yang dapat diberhentikan kapan saja.
Menurut perkiraan OPM, sekitar 50 ribu posisi, atau sekitar 2 persen dari total pegawai federal, akan terpengaruh, terutama mereka yang terlibat dalam perumusan atau advokasi kebijakan.
“Kebijakan ini memungkinkan pemerintahan untuk memastikan bahwa pegawai mendukung visi presiden,” ujar seorang pejabat Gedung Putih, seperti dilansir Liputanku.
Namun, para pengkritik menganggapnya sebagai upaya untuk mempolitisasi birokrasi pemerintahan.
2. Dampak Signifikan pada Pegawai Federal
Kebijakan Schedule F memberikan wewenang kepada pemerintahan Trump untuk mengganti pegawai federal dengan individu yang dianggap lebih loyal. Menurut Don Moynihan, seorang profesor di Ford School of Public Policy, University of Michigan, definisi kebijakan dalam aturan ini sangat luas sehingga hampir semua pegawai federal berpotensi terpengaruh.
“Hampir setiap orang di pemerintahan bersinggungan dengan kebijakan, sehingga potensi pemecatan bisa mencakup ratusan ribu orang,” jelasnya, seperti yang dilaporkan Liputanku.
Sebelumnya, sebuah laporan mengungkapkan bahwa lebih dari 260 ribu pegawai federal telah diberhentikan, mengundurkan diri, atau ditawari pensiun dini sejak Trump kembali menjabat. Langkah ini, yang didukung oleh Departemen Efisiensi Pemerintahan di bawah Elon Musk, menimbulkan kekhawatiran tentang penurunan kualitas layanan publik, terutama di sektor-sektor vital seperti kesehatan dan lingkungan.
3. Reaksi dan Tantangan Hukum
Kebijakan ini memicu gelombang protes dari serikat pekerja dan kelompok yang mewakili pegawai federal. American Federation of Government Employees, salah satu serikat terbesar, telah membentuk jaringan hukum pro bono bernama Rise Up untuk memberikan bantuan kepada pegawai yang terancam pemecatan.
“Kami akan melawan kebijakan yang merusak integritas pegawai federal,” tegas seorang juru bicara serikat, seperti dikutip Liputanku.
Beberapa organisasi nirlaba dan serikat pekerja mengajukan gugatan pada Selasa (15/4) untuk menghentikan implementasi Schedule F, dengan alasan bahwa kebijakan ini melanggar undang-undang perlindungan pegawai.
Meskipun demikian, Mahkamah Agung AS baru-baru ini memberikan izin kepada pemerintahan Trump untuk melanjutkan pemecatan pegawai percobaan, memberikan dorongan bagi kebijakan ini, meskipun tantangan hukum masih terus berlanjut.