Tarif Pelabuhan AS untuk Kapal China Berlaku Oktober: Apa Dampaknya?

Kapal kosong pengangkut batubara dan gandum dibebaskan

Jakarta, IDN Times – Pemerintahan Presiden Donald Trump akan menerapkan pungutan biaya pelabuhan baru terhadap kapal-kapal berbendera China, termasuk yang diproduksi di negeri Tirai Bambu tersebut. Langkah ini diumumkan sebagai bagian dari upaya untuk menghidupkan kembali industri perkapalan Amerika Serikat dan menantang dominasi China dalam sektor ini. Biaya baru ini akan mulai berlaku dalam kurun waktu 180 hari mendatang, dengan peningkatan tarif secara bertahap setiap tahun.

Rencana ini terbilang lebih moderat dibandingkan usulan pada bulan Februari lalu, yang mengusulkan denda hingga 1,5 juta dolar AS untuk setiap kapal yang memasuki pelabuhan AS. Besaran biaya akan dihitung berdasarkan berat muatan, jumlah peti kemas, atau jumlah kendaraan yang diangkut. Kapal-kapal yang dibuat di China akan dikenakan biaya sebesar 18 dolar AS per ton atau 120 dolar AS per kontainer.

“China telah berhasil mencapai ambisinya untuk mendominasi industri ini, dan hal ini sangat merugikan perusahaan-perusahaan, para pekerja, dan perekonomian AS,” demikian pernyataan resmi dari USTR, seperti yang dikutip dari BBC, Jumat (18/4/2025).

1. Kenaikan Biaya Bertahap Selama Tiga Tahun

Untuk kapal-kapal curah, tarif awal yang dikenakan adalah 50 dolar AS per ton, yang akan meningkat sebesar 30 dolar AS per tahun selama tiga tahun ke depan. Sementara itu, untuk kapal-kapal pengangkut kendaraan buatan non-AS, biayanya ditetapkan sebesar 150 dolar AS per mobil yang diangkut. Namun, tarif ini dibatasi hingga maksimal lima kali dalam setahun untuk setiap kapal yang terdampak aturan ini.

Kapal-kapal kosong yang memasuki wilayah AS semata-mata untuk mengangkut barang-barang ekspor seperti batu bara dan gandum tidak akan dikenakan biaya. Demikian pula, kapal-kapal yang hanya beroperasi di antara pelabuhan-pelabuhan AS, mengangkut barang ke Kepulauan Karibia, wilayah teritorial AS, atau kapal-kapal milik AS dan Kanada yang berlabuh di kawasan Great Lakes.

USTR juga membatalkan rencana untuk mengenakan biaya berdasarkan jumlah kapal buatan China dalam satu armada atau berdasarkan pemesanan kapal baru dari China. Kebijakan ini tidak akan berlaku untuk skenario-skenario tersebut.

Menurut laporan dari The Guardian, Jumat (18/4), usulan awal USTR sempat menuai kritikan selama sidang dengar pendapat di AS pada akhir Maret lalu. Perwakilan dari perusahaan-perusahaan pelayaran dan asosiasi perdagangan berpendapat bahwa biaya ini akan merugikan ekspor pertanian AS, meningkatkan harga barang-barang konsumsi, dan mengancam pekerjaan para pekerja pelabuhan AS.

2. Fase Kedua Mendukung Kapal LNG Buatan AS

USTR menyatakan bahwa mereka akan meluncurkan fase kedua dari kebijakan ini dalam tiga tahun mendatang. Fase lanjutan ini akan memberikan insentif bagi kapal-kapal pengangkut gas alam cair (LNG) yang dibangun di dalam negeri. Dalam kurun waktu 22 tahun ke depan, kebijakan ini akan diterapkan secara bertahap dan semakin menguntungkan kapal-kapal buatan AS.

Kebijakan ini muncul di tengah gejolak perdagangan global yang disebabkan oleh tarif impor tinggi yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump. Sejak bulan Januari, AS telah menetapkan pajak hingga 145 persen untuk barang-barang yang berasal dari China. Negara-negara lain dikenakan tarif umum sebesar 10 persen hingga bulan Juli mendatang.

Kombinasi antara tarif baru dan tarif yang sudah ada dapat meningkatkan biaya barang-barang China yang masuk ke AS hingga mencapai 245 persen. Para pelaku bisnis berpendapat bahwa kebijakan ini akan berdampak langsung pada harga barang bagi konsumen di dalam negeri.

3. Pelabuhan Eropa Kebanjiran Akibat Pengalihan Rute

Sebagai akibat dari kebijakan tarif dan biaya pelabuhan yang baru, banyak kapal-kapal yang sebelumnya menuju AS kini dialihkan ke pelabuhan-pelabuhan di Eropa. Direktur Chartered Institute of Export & International Trade, Marco Forgione, menyatakan bahwa kondisi ini menyebabkan “penumpukan yang signifikan” di pelabuhan-pelabuhan Uni Eropa dan “kemacetan parah” di pelabuhan-pelabuhan Inggris.

“Kami melihat banyak kapal dari China yang seharusnya berlabuh di AS kini berbelok ke Inggris dan Eropa,” ujar Forgione. Ia mencatat bahwa pada kuartal pertama tahun 2025, impor dari China ke Inggris meningkat sekitar 15 persen, sementara impor ke Uni Eropa naik sebesar 12 persen.

Presiden perusahaan logistik Flexport, Sanne Manders, juga menyoroti bahwa kemacetan semakin diperparah oleh aksi mogok kerja di pelabuhan-pelabuhan Belanda, Jerman, dan Belgia. Ia menyebutkan bahwa pelabuhan Felixstowe di Inggris adalah yang paling parah terdampak, sementara Rotterdam dan Barcelona juga mengalami kepadatan yang tinggi.

Manders memperingatkan bahwa pengalihan rute ini dapat memperburuk situasi. Ia memperkirakan akan terjadi lonjakan pengiriman ke AS dalam 90 hari mendatang, karena adanya upaya untuk memanfaatkan jendela bebas tarif dari beberapa negara. Namun, konsumen Eropa tidak akan terlalu merasakan dampaknya, berbeda dengan konsumen AS yang harus membayar lebih mahal.
Liputanku.